Kesenian Jaranan thek menggambarkan tentang perjalanan hidup manusia yang diwarnai dengan cobaan, ataupun kemampuan dalam melawan hawa nafsu. Balk yang berasal dan luar maupun dalam din manusia itu sendiri.
Jaran Thek
Kesenian yang ada sejak tahun 1942 ini bermaksud mengingatkan saat masyarakat merasakan penderitaan ketika dijajah ceh Bangsa Jepang. Dalam sajian tari, kesenian mengisahkan tentang dua Putri dan Kerajaan Ngerum yang diculik oleh Bagaspati dan Kerajaan Tambak Kehing. Namun akhirnya dapat diselamatkan oeh Joko Tawang dan Padepokan Waringin Putih.
Seni Keling
Kesenian tradisional Gajah-gajahan pada dasarnya adalah seni jalanan ( street arts ) yang berbentuk arak-arakan terdiri atas sekelompok penari, pemusik clan penyanyi. Tokoh utamanya adalah patung gajah yang digotong oieh dua orang yang berada di dalam 'tubuh' gajah tersebut. Di atas patung gajah tersebut, duduk anak laki-laki usia pra akil baliq yang didampingi oleh seorang pembawa payung. Sementara itu, agar si Gajah bisa berjalan sesuai arah, dia didampingi oleh orang yang bedugas untuk menuntun Gajah tersbut. Di belakang gajah, berbaris para penari clan penyanyi yang diiringi oleh alunan musik hadroh yang instrumennya terdiri atas jedor, kendang, kenong, kentrung, dan kecer.
Sebagaimana seni pertunjukan rakyat lainnya a( a beberapa versi cerita tentang Seni Gajahgajahan. Pertama, ini mengisahkan tentang perjalanan Raja brahah (cerita yang dimuat dalam Al Qur'an) yang hendak menyerang Ka'bah. Karenanya, dalam pertunjukan tersebut digambarkan seorang yang berpakaian raja/Kafilah sedang mengendarai seecor gajah yang diiringi oleh para prajuritnya. Versi lain, seni ini menggambarkan tentang perjalanan seorang tokoh pendiri kabuaten Ponorogo yang hendak menyebarkan agama Islam di kabupaten Ponorogo.
Lepas dan kontroversi di atas, nuansa Islam memang terlihat kental dalam seni gajah-gajahan Itu telihat dan alat musik yang dimainkan maupun jenis musiknya yang umumnya berisi puji-pujian clan sholawat nabi. Memang, kesenian ini awal mulanya tumbuh di lingkungan pesantren, biasanya dipertunjukkan pada perayaan han besar Islam. Konon, seni rakyat ini muncul clan mendapat sambutan ketika pamor seni Reog mulai luntur. P3da masa pemerintahan Orde Lama pertunjukan kesenian Reog sering digunakan untuk alat propaganda politik terutama di kalangan Partai Komunis Indonesia. Seiring dengan kejatuhan PKI, kesenian Reog Ponorogo pun sempat mengalam titik nadir clan kehilangan pamornya. Dan pada saat yang bersamaan, muncullah kesenian baru yang Iebih bernafaskan Islam
Walaupun kesenian tradisional gajah-gajahan pemunculannya relatif masih muda dibanding dengan kesenian Reyog, kesenian ini mendapat tempat di kalangan masyarakat Ponorogo. Bahkan, dalam perkembangannya kesenian ini tidak hanya diminati oleh kalangan pesantren, namun juga masyarakat luas. Kesenian gajah-gajahan dewasa ini dipentaskan tidak hanya pada hari-hari besar Islam tapi juga pada saat merayakan pesta pribadi seperti Sunatan ataupun pernikahan. Demikian juga, pada saat pesta masyarakat Iainnya yang banyak mengundang konsentrasi masa seperti upacara bersih desa, ulang tahun kemerdekaan , dsb.
Seiring dengan hal itu, pengaruh 'Budaya Populer' pun terlihat pada kesenian Gajah-gajahan. Misalnya dengan dimasukkannya tokoh Banci dan lagu Dangdut dalam Kesenian tradisional ini. Masuknya unsur-unsur tersebut bisa menjadikan suasana lebih hidup dan lebih mengundang penonton ketika kesenian tersebut dipentaskan. Demikian juga, remaja laki-laki yang duduk di atas Gajah yang semula berpakaian ala Padang Pasir yang menggambarkan tokoh kalifah, bisa dimodifikasi menjadi tokoh lain seperti penari Jathil - tokoh penani yang terdapat pada Reog. Iringan musik nya pun juga Iebih bervariasi, bisa musik Qosidah, dangdut dsb, menyesuaikan din dengari sift, si dan tempat di mana kesenian tersebut dipentaskan.
Memang, sebagai bagian dari kebudayaan, kesenian bersifat dinamis mengikuti perkembangan masyarakatnya. Demikian puIa Kesenian Gajah-gajahan. Apabila pada masa pemunculannya nuansa Islam clan padang pasir sangat lekat, pada saat sekarang identitas tersebut berbaur dengan Budaya masa kini (pop art) sehingga mungkin saja bila kesenian mi masih bisa eksis, pada sekian puluh tahun mendatang, kita melihat seorang wanita berpakaian bikini berlenggak-lenggok di atas gajah dengan diiringi lagu latin! Astaghafirullah alaziim.
Gajah-gajahan
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir.
Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.
Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Reog Ponorogo
Ciri khas dari Es Dawet Jabung Bu Sumini adalah deresan air aren yang ditambahkan di dalamnya. Namun kamu juga bisa memiliki air gula jawa, jika tidak suka air aren. Belum lagi dawet putih yang enak, rasanya gurih dan manis menjadi perpaduan yang sempurna.
Dawet Jabung Bu Sumini
Sama seperti namanya, tempat makan ini menyajikan Sate Ayam Ponorogo sebagai menu andalannya. Bahkan, tempat makan enak di Ponorogo memiliki sate ayam yang tiada duanya dan banyak direkomendasikan. Jadi, bagi kamu yang berkunjung ke Ponorogo wajib mengunjunginya. Sate ayam yang disajikan sangat lembut dan empuk. Belum lagi dengan bumbu sambal kecap yang membuatnya semakin nikmat.
Saat menyantapnya, kamu akan benar – benar ketagihan karena bumbunya yang meresap hingga ke dalam. Rasa gurih, manis dan pedas bercampur padu di dalam mulut kamu. Belum lagi, kamu menyantapnya dengan nasi putih dan membuatnya semakin nikmat. Jangan lupa ditutup dengan es teh manis yang menyegarkan.
Bagi kamu yang ingin menyantap Sate Ayam Ponorogo di tempat ini, datang ada ke Jalan Lawu gg. 1 No. 41 J. Pastikan kamu datang pagi sekali. Pasalnya tempat makan ini buka dari pukul 5 subuh dan hanya sampai jam 11 siang. Bahkan sebelum itu sudah terjual ludes.
Sate Ayam Ponorogo
Tempat makan ini menyediakan berbagai pilihan menu masakan khas Ponorogo yang menggugah selera. Sebut saja Pecel Ponorogo yang terkenal dengan rasa pedas dan gurihnya. Belum lagi, dengan berbagai varian sayuran di dalamnya. Kamu juga bisa mencicipi garang asem yang enak dan gurih.
Pastikan kamu tidak datang di jam – jam makan siang karena sangat ramai. Selain itu, kamu juga harus memesan tempat dulu apabila datang di malam hari. Pasalnya, resto ini malah lebih ramai di malam hari.